Banyak sekali tata cara mengangkat tangan ketika berdoa yang ada dalam riwayat-riwayat dari Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabat. Para ulama pun berselisih pendapat dalam sebagian tata cara tersebut namun khilaf ini merupakan khilaf tanawwu’ (variasi), dan dibolehkan mengambil mana saja dari variasi yang ada.
Namun mengingat banyak sekali praktek mengangkat tangan dalam berdoa yang beredar di masyarakat, hendaknya kita mencukupkan diri pada praktek-praktek mengangkat tangan yang dijelaskan oleh para ulama dan tidak mengikuti cara-cara yang tidak diketahui asalnya.
Baca juga: Cara Berdoa Menurut Islam
Jika kita kelompokkan, praktek-praktek mengangkat tangan dalam berdoa bisa dibagi menjadi tiga. Sebagaimana pembagian dari sahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu,
المسألة أن ترفع يديك حذو منكبيك أو نحوهما والاستغفار أن تشير بأصبع واحدة والابتهال أن تمد يديك جميعا
“Al Mas’alah adalah dengan mengangkat kedua tanganmu sebatas pundak atau sekitar itu. Al Istighfar adalah dengan satu jari yang menunjuk. Al Ibtihal adalah dengan menengadahkan kedua tanganmu bersamaan”. (HR. Abu Daud : 1489).
Pertama, Al Mas’alah
Merupakan jenis yang umumnya dilakukan dalam berdoa. Bentuk ini juga yang digunakan ketika membaca doa qunut, istisqa dan pada beberapa rangkaian ibadah haji. Yaitu dengan membuka kedua telapak tangan dan mengangkatnya sebatas pundak, sebagaimana digambarkan oleh Ibnu Abbas. Juga berdasarkan hadits,
إِذَا سَأَلْتُمُ اَللَّهَ فَاسْأَلُوهُ بِبُطُونِ أَكُفِّكُمْ وَلاَ تَسْأَلُوهُ بِظُهُورِهَا
“Jika engkau meminta kepada Allah, mintalah dengan telapak tanganmu, jangan dengan punggung tanganmu”. (HR. Abu Daud : 1486).
Namun para ulama berbeda pendapat mengenai detail bentuknya:
1. Ulama Hanafiyah mengatakan bahwa kedua telapak tangan dibuka namun kedua tidak saling menempel, melainkan ada celah diantara keduanya. (Lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 45/266).
2. Ulama Syafi’iyyah mengatakan telapak tangan mengarah ke langit dan punggung tangan ke arah bumi, boleh ditempelkan ataupun tidak. Ini dilakukan dalam doa untuk mengharapkan terkabulnya sesuatu. Sedangkan untuk mengharapkan hilangnya bala, punggung tangan yang menghadap ke langit, telapak tangan mengarah ke bumi (yaitu Al Ibtihal). (Lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 45/266).
3. Sedangkan Hanabilah berpendapat kedua tangan ditempelkan berdasarkan hadits,
كَانَ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسلم إِذا دَعَا ضم كفيه وَجعل بطونهما مِمَّا يَلِي وَجهه
“Biasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berdoa beliau menempelkan kedua telapak tangannya dan melihat pada kedua telapak tangannya”. (HR. Ath Thabrani : 5226, sanad hadits ini dhaif sebagaimana dikatakan oleh Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya 1/326). (Lihat Al Mausu”ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 45/266).
Syaikh Shalih Alu Asy Syaikh menjelaskan lebih detail jenis ini, “Mengangkat kedua tangannya dengan telapak tangan terbuka di depan dada, tepatnya di pertengahan dada. Umumnya bentuk ini yang digunakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berdoa. Namun terkadang beliau berdoa di Arafah dengan cara, mengangkat kedua tangannya tepatnya dipertengahan dada lalu menengadahkannya sebagaimana orang yang meminta makanan, tidak meletakannya dekat wajah namun juga tidak jauh dari wajah dan masih dikatakan ada di pertengahan dada. Juga dengan membuka kedua telapaknya bagaikan orang miskin yang meminta makanan”. (Syarh Arba’in An Nawawiyyah, 1/112).
Syaikh Bakr Abu Zaid menjelaskan cara lain, “Boleh juga seseorang menutup wajahnya dengan telapak tangannya dan kedua punggung tangannya menghadap kiblat”. (Tas-hih Ad Du’a, 1/117).
Kedua, Al Istighfar
Yaitu dengan mengangkat tangan kanan dan jari telunjuk menunjuk ke atas.
Syaikh Shalih Alu Asy Syaikh mengatakan, “Cara ini khusus bagi khatib yang berdiri. Jika ia berdoa, cukup jari telunjuknya menunjuk ke atas. Ini simbol dari doa dan tauhidnya. Tidak disyariatkan bagi khatib mengangkat kedua tangannya (ketika berdoa) jika ia berkhutbah sambil berdiri di atas mimbar atau di atas benda lainnya, kecuali jika sedang berdoa istisqa (maka boleh mengangkat kedua tangan)”. (Syarh Arba’in An Nawawiyyah, 1/112).
Termasuk dalam jenis ini, khatib jum’at yang membaca doa, yang sesuai sunnah adalah dengan mengacungkan telunjuknya ke langit ketika sedang berdoa. Dalil dari jenis ini diantaranya hadits,
عَنْ عُمَارَةَ بْنِ رُؤَيْبَةَ، قَالَ: رَأَى بِشْرَ بْنَ مَرْوَانَ عَلَى الْمِنْبَرِ رَافِعًا يَدَيْهِ، فَقَالَ: «قَبَّحَ اللهُ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ، لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَزِيدُ عَلَى أَنْ يَقُولَ بِيَدِهِ هَكَذَا، وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الْمُسَبِّحَةِ»
“Dari Umarah bin Ru’aybah, ia berkata bahwa ia melihat Bisyr bin Marwan mengangkat kedua tangannya (ketika menjadi khatib) di atas mimbar. Umarah lalu berkata kepadanya, “Semoga Allah memburukkan kedua tanganmu ini, karena aku telah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menjadi khatib tidak menambah lebih dari yang seperti ini, (Umarah lalu mengacungkan jari telunjuknya)”. (HR. Muslim : 847).
Ketiga, Al Ibtihal
Yaitu dengan bersungguh-sungguh mengangkat kedua tangan ke atas dengan sangat tinggi hingga terlihat warna ketiak. Boleh juga hingga punggung tangan menghadap ke langit dan telapaknya menghadap ke bumi. Jenis ini dilakukan ketika keadaan benar-benar sulit, mendapat musibah yang sangat berat, sedang sangat-sangat mengharapkan sesuatu, atau berdoa dalam keadaan sangat berduka, atau ketika istisqa (memohon hujan). Diantara dalil dari jenis ini adalah hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
كان النبي صلى الله عليه وسلم لا يرفع يديه في شيء من دعائه إلا في الاستسقاء ، وإنه يرفع حتى يرى بياض إبطيه
“Biasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak mengangkat kedua tangannya ketika berdoa, kecuali ketika istisqa. Beliau mengangkat kedua tangannya hingga terlihat ketiaknya yang putih”. (HR. Bukhari : 1031, Muslim : 895).
Hadits lain dari Anas bin Malik radhyiallahu ‘anhu,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَسْقَى، فَأَشَارَ بِظَهْرِ كَفَّيْهِ إِلَى السَّمَاءِ
“Pernah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ber-istisqa (meminta hujan), beliau mengarahkan punggung tangannya ke langit”. (HR. Muslim : 895).
Semoga bermanfaat.